Wush…!!!
Tiba-tiba saja benda itu terbang.
Alexandra terpental beberapa meter karena kaget. Dia terduduk di lantai. Drafisty dan Norah yang juga menyaksikan kejadian itu menjerit histeris.
“Rasanya aku mengenal benda itu,” batin Alexandra.
“Hallo,” sapa benda itu sambil menepakkan sayapnya.
Ketiga penyihir itu membelalakkan mata tak percaya. Apa benar kalau yang berada di hadapan mereka saat ini adalah…
“THUFRY?”
“Yup! Bagaimana? Kangen?” goda Thufry.
“Kau hampir membuatku mati konyol,” rutuk Norah kesal. “Aku sempat berpikir kalau kau tak akan kembali. Karena aku tahu kemampuanmu.”
“Sudahlah, Norah! Thufry baru saja kembali,” Alexandra menasehati.
“Thu, kau bawa berita apa?” Tanya Drafisty penasaran. Seolah tidak memperdulikan nasehat Alexandra.
“Aku bawa berita baik dan berita buruk.”
“Istirahatlah dulu, Thu! Kau pasti lelah,” saran Alexandra pada Thufry.
“Aku tidak lelah kok. Tadi aku kan sudah sempat mengumpulkan tenaga,” tolak Thufry. Sebenarnya dia ingin istirahat, tapi dia sudah tidak sabar lagi untuk menceritakan berita yang dia bawa.
“Sty, kau ingin dengar berita baik atau berita buruknya?” Tanya Thufry.
“Berita baik.”
“Kurasa berita buruk lebih baik didengar terlebih dahulu,” usul Norah. Tapi lagi-lagi tak ada yang memperdulikan perkataannya. Dengan kesal Norah melipat kedua tangannya bersedekap. “Okay, kita akan dengar berita baiknya dulu,” sungut Norah mengalah dan terdengar jauh dari tulus.
“Cepat ceritakan, Thu!” desak Drafisty.
“Baik!” Thufry diam sejenak mencoba mencari kata yang tepat untuk memulai ceritanya.
“Jadi begini, setelah keluar dari jalan dimensi aku kehilangan kekuatanku selama beberapa hari. Kekuatanku habis total hingga aku menjadi batu biasa.”
“Mungkin karena itu kau tidak bisa menerima telepatiku,” bisik Alexandra.
“Ya. Aku merasakan telepati itu, tapi aku tidak bisa menerimanya.”
“Apa kau anggab ini berita baiknya?” sela Norah.
“Aku belum selesai,” sanggah Thufry membela diri.
“Selama aku menjadi batu biasa, aku dipungut oleh seseorang…”
“Ayolah Thufry, jangan bertele-tele lagi. Langsung saja ke intinya!” sela Norah lagi.
Thufry pun mulai jengkel. “Tolong jangan potong perkataanku!”
“Huh!” Norah mendengus kesal kemudian menyingkir dan duduk di kursi yang berada di sudut ruangan.
“Hm… sampai di mana aku tadi?” Tanya Thufry.
“Sampai kau dipungut seseorang,” ujar Drafisty memberitahukan.
“Oya! Orang itu ternyata manusia terpilih.”
“Dari mana kau tahu kalau itu dia?” Tanya Alexandra.
“Tadi kau bilang kalau kau terus-menerus menelepatiku,” ujar Thufry, Alexandra mengangguk mengiyakan. “Dia menerima telepatimu. Aku merasakannya.”
“Itu sangat bagus,” teriak Drafisty senang.
“Sekarang dia ada di mana? Kenapa aku tak melihatnya?” Tanya Alexandra sembari melemparkan pandangannya keseluruh ruangan.
Thufry terdiam. Dia menghentikan kepakan sayapnya dan turun ke lantai.
“Thu??”
Thufry sedikit ragu. Tapi dengan segenap keberanian diceritakannya juga berita itu. “Ini lah berita buruknya.”
“Apa maksudmu?”
“Dia terpisah dariku.”
“Apa???” jerit Norah yang duduk di sudut ruangan. “Aku tahu kau bodoh. Tapi aku tak pernah menyangka kau dapat menghilangkan manusia terpilih yang hanya ada satu di dunia ini.”
“Maaf. Tapi aku yakin kala dia ada di kota ini. Dan akupun sangat yakin kalau aku dapat menemukannya kembali.”
“Semoga saja. Karena hanya manusia terpilih yang dapat membantu kita menyadarkan para manusia murni itu dari kekejamannya,” ujar Norah. “Dan kalau kita tidak dapat menemukannya, maka kita akan musnah.”
“Jangan cemas! Besok kita akan mencarinya,” ujar Alexandra menyudahi omelan Norah. “Istirahatlah, Thu! Besok kita akan kerja keras.”
“Apa maksudmu dengan kita, X2?”
“Norah, yang dalam bahaya itu kita semua. Jadi kumohon untuk mengerti.”
Norah mendengus kesal. “Ini semua karena kecerobohanmu, Thu.”
“Norah!!!”
“Sudah, Al. Ini memang kesalahanku. Aku yang ceroboh.”
Thufry terbang ke sudut ruangan dan beristirahat di sana.
Semua bagai mengacuhkan Norah dan mulai tertidur. Tidur tanpa mimpi. Menanti apa yang akan terjadi besok.
Bersambung ke Bab 08, Cari dan Temukan
Tiba-tiba saja benda itu terbang.
Alexandra terpental beberapa meter karena kaget. Dia terduduk di lantai. Drafisty dan Norah yang juga menyaksikan kejadian itu menjerit histeris.
“Rasanya aku mengenal benda itu,” batin Alexandra.
“Hallo,” sapa benda itu sambil menepakkan sayapnya.
Ketiga penyihir itu membelalakkan mata tak percaya. Apa benar kalau yang berada di hadapan mereka saat ini adalah…
“THUFRY?”
“Yup! Bagaimana? Kangen?” goda Thufry.
“Kau hampir membuatku mati konyol,” rutuk Norah kesal. “Aku sempat berpikir kalau kau tak akan kembali. Karena aku tahu kemampuanmu.”
“Sudahlah, Norah! Thufry baru saja kembali,” Alexandra menasehati.
“Thu, kau bawa berita apa?” Tanya Drafisty penasaran. Seolah tidak memperdulikan nasehat Alexandra.
“Aku bawa berita baik dan berita buruk.”
“Istirahatlah dulu, Thu! Kau pasti lelah,” saran Alexandra pada Thufry.
“Aku tidak lelah kok. Tadi aku kan sudah sempat mengumpulkan tenaga,” tolak Thufry. Sebenarnya dia ingin istirahat, tapi dia sudah tidak sabar lagi untuk menceritakan berita yang dia bawa.
“Sty, kau ingin dengar berita baik atau berita buruknya?” Tanya Thufry.
“Berita baik.”
“Kurasa berita buruk lebih baik didengar terlebih dahulu,” usul Norah. Tapi lagi-lagi tak ada yang memperdulikan perkataannya. Dengan kesal Norah melipat kedua tangannya bersedekap. “Okay, kita akan dengar berita baiknya dulu,” sungut Norah mengalah dan terdengar jauh dari tulus.
“Cepat ceritakan, Thu!” desak Drafisty.
“Baik!” Thufry diam sejenak mencoba mencari kata yang tepat untuk memulai ceritanya.
“Jadi begini, setelah keluar dari jalan dimensi aku kehilangan kekuatanku selama beberapa hari. Kekuatanku habis total hingga aku menjadi batu biasa.”
“Mungkin karena itu kau tidak bisa menerima telepatiku,” bisik Alexandra.
“Ya. Aku merasakan telepati itu, tapi aku tidak bisa menerimanya.”
“Apa kau anggab ini berita baiknya?” sela Norah.
“Aku belum selesai,” sanggah Thufry membela diri.
“Selama aku menjadi batu biasa, aku dipungut oleh seseorang…”
“Ayolah Thufry, jangan bertele-tele lagi. Langsung saja ke intinya!” sela Norah lagi.
Thufry pun mulai jengkel. “Tolong jangan potong perkataanku!”
“Huh!” Norah mendengus kesal kemudian menyingkir dan duduk di kursi yang berada di sudut ruangan.
“Hm… sampai di mana aku tadi?” Tanya Thufry.
“Sampai kau dipungut seseorang,” ujar Drafisty memberitahukan.
“Oya! Orang itu ternyata manusia terpilih.”
“Dari mana kau tahu kalau itu dia?” Tanya Alexandra.
“Tadi kau bilang kalau kau terus-menerus menelepatiku,” ujar Thufry, Alexandra mengangguk mengiyakan. “Dia menerima telepatimu. Aku merasakannya.”
“Itu sangat bagus,” teriak Drafisty senang.
“Sekarang dia ada di mana? Kenapa aku tak melihatnya?” Tanya Alexandra sembari melemparkan pandangannya keseluruh ruangan.
Thufry terdiam. Dia menghentikan kepakan sayapnya dan turun ke lantai.
“Thu??”
Thufry sedikit ragu. Tapi dengan segenap keberanian diceritakannya juga berita itu. “Ini lah berita buruknya.”
“Apa maksudmu?”
“Dia terpisah dariku.”
“Apa???” jerit Norah yang duduk di sudut ruangan. “Aku tahu kau bodoh. Tapi aku tak pernah menyangka kau dapat menghilangkan manusia terpilih yang hanya ada satu di dunia ini.”
“Maaf. Tapi aku yakin kala dia ada di kota ini. Dan akupun sangat yakin kalau aku dapat menemukannya kembali.”
“Semoga saja. Karena hanya manusia terpilih yang dapat membantu kita menyadarkan para manusia murni itu dari kekejamannya,” ujar Norah. “Dan kalau kita tidak dapat menemukannya, maka kita akan musnah.”
“Jangan cemas! Besok kita akan mencarinya,” ujar Alexandra menyudahi omelan Norah. “Istirahatlah, Thu! Besok kita akan kerja keras.”
“Apa maksudmu dengan kita, X2?”
“Norah, yang dalam bahaya itu kita semua. Jadi kumohon untuk mengerti.”
Norah mendengus kesal. “Ini semua karena kecerobohanmu, Thu.”
“Norah!!!”
“Sudah, Al. Ini memang kesalahanku. Aku yang ceroboh.”
Thufry terbang ke sudut ruangan dan beristirahat di sana.
Semua bagai mengacuhkan Norah dan mulai tertidur. Tidur tanpa mimpi. Menanti apa yang akan terjadi besok.
Bersambung ke Bab 08, Cari dan Temukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar